Memaafkan Sebagai Kunci Kepemimpinan

Dalam dunia kerja, tak jarang kita pernah merasa sakit hati karena perlakuan orang lain. Namun, seorang pemimpin dituntut untuk mampu memaafkan. Sebab, memaafkan sejatinya adalah kunci dalam kepemimpinan.  

Vered Kogan, seorang pembicara profesional dan ahli pemikiran dari Momentum Institute membuat penjelasan mengenai seni memaafkan tersebut di situs Forbes. Saya hanya sekadar menerjemahkan artikel tersebut sebagai berikut ini. 

Ingatlah suatu waktu ketika kamu merasa disakiti atau dikhianati oleh rekan kerja, teman, atau anggota keluarga. Sekarang, bayangkanlah seperti apa hidupmu ketika entah bagaimana kamu mampu melepaskan diri dari rasa sakit itu …. 

Sebenarnya, setiap individu dan organisasi akan lebih sukses dan ‘sehat’ ketika tidak terjebak pada masa lalu yang membuat sakit hati.  

Karena itu, salah satu karakter pemimpin yang bertransformasi adalah kemampuannya untuk mengubah perasaan seperti marah, kecewa, dan menyalahkan menjadi suatu hal lain yang positif. Dengan memaafkan, kamu dapat menciptakan kepercayaan dan rasa hormat, kemudian karena melakukan hal itu, maka kinerja tim pun akan semakin meningkat.  

Pemimpin yang mampu bertransformasi memerlukan banyak sekali persediaan kasih sayang. Kita mesti ingat bahwa anggota tim kita adalah juga manusia yang memerlukan waktu untuk beradaptasi pada perubahan. Ini berarti mereka akan membuat kesalahan dan mungkin akan berkata atau melakukan hal-hal yang membuat kita kecewa.  

Oleh sebab itu, sangat penting untuk memahami kapan harus memaafkan kesalahan di masa lalu sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah untuk tim dan organisasi kita.  

Seringkali kita mendengar orang yang membagikan pengalamannya di masa lalu ketika disakiti oleh orang yang mereka percayai. Kemudian secara alami hal itu menyebabkan berbagai emosi, seperti marah, frustasi, dan penolakan.  

Namun, bertahan pada berbagai emosi negatif tersebut dapat menghabiskan energi kita dan menghalangi pengambilan keputusan yang bijak, serta menunjukkan kinerja terbaik kita.  

Cara Melepaskan Emosi dan Memaafkan Kesalahan Orang Lain 

Kita dapat belajar dari pemimpin yang telah mengubah dirinya seperti Nelson Mandela. Dia menghabiskan 27 tahun di penjara.  

Selama masa penahanannya, dia diisolasi dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Kemudian setelah dibebaskan pada tahun 1990, dia sebenarnya dapat terus marah kepada mereka yang telah berbuat kesalahan dengan memenjarakannya.  

Namun, dia memilih untuk memaafkan mereka dan menerima apa yang harus terjadi. Dengan melepaskan perasaan disakiti tersebut kemudian berfokus pada masa depan yang lebih gemilang, dia dapat meraih kemerdekaan yang sesungguhnya.  

Ketika seseorang merasakan pengalaman memaafkan, menerima situasinya, dan menemukan banyak pelajaran positif dari kejadian yang menyakitkan, biasanya mereka akan memutuskan untuk terhubung lagi dengan orang tua, kawan lama, atau orang lain yang tidak pernah diajak berbicara dalam waktu yang lama.  

Memaafkan bukan berarti memaklumi tindakan orang lain yang menyakitkan.  

Memaafkan berarti membangun kasih sayang dan menerima orang lain untuk menjadi tidak sempurna, ketika pada saat yang sama menghormati batasan-batasan dan perlindungan diri kita sendiri.  

Memaafkan juga berarti mengetahui bahwa menyalahkan orang lain tidak akan pernah menyelesaikan persoalan atau menimbulkan kedamaian dalam diri.  

Untuk bisa memaafkan, maka kita perlu terlebih dahulu membebaskan diri kita sendiri dari perasaan negatif, menjadi korban, dan cerita lain semacam itu yang dipercaya terjadi pada kita.  

Kemudian kita pun perlu menyadari, bahwa perilaku orang lain tidak ada hubungannya dengan kita. Bisa jadi mereka merasakan ancaman atau bahaya baik secara sadar maupun tidak yang kemudian mengaktifkan insting penyelamatan diri, sehingga menghambat mereka untuk melakukan suatu hal yang benar.  

Yang perlu diingat adalah: setiap orang melakukan kesalahan. Ini menjadi bagian setiap manusia. Karena hal ini pula, maka kita tidak bisa mengharapkan orang selalu sesuai dengan keinginan kita.  

Setiap orang memiliki kepercayaan atau keyakinan yang terbatas. Setiap orang juga punya perjuangannya sendiri. Atas sebab ini, maka memaafkan adalah komponen kunci bagi seorang pemimpin transformasional untuk mencapai kehidupan yang lebih sehat.  

Tanyalah kepada diri Anda, apakah ada seseorang atau sesuatu dalam hidup yang perlu dimaafkan.  

Berikut beberapa langkah untuk memaafkan orang akan kesalahan yang telah diperbuatnya.  

Pertama adalah dengan memberikan tanda dan menerima emosi yang sedang dirasakan.  

Tanyalah pada dirimu sendiri, “Apa emosi yang terjadi saat aku berfokus pada sebuah situasi atau kejadian? Jawaban dari pertanyaan ini dapat berupa rasa marah, terluka, pengkhianatan dan lainnya.  

Kedua adalah ketika kamu mulai menerima perasaan itu, maka kamu bisa membangun perasaan sayang dengan mempertimbangkan apa niatan orang lain yang sebenarnya.  

Tanyalah pada dirimu sendiri pertanyaan seperti, “Kenapa orang melakukan apa yang mereka lakukan?”  

Pertanyaan lain, misalnya, “Apakah kebiasaan yang menyakitkan itu memang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain atau itu lahir dari kesalahpahaman, ketidakmampuan mereka memenuhi keinginan saya, atau mungkin mereka sedang dibawah tekanan?”  

Hal yang perlu diingat adalah bahwa setiap orang selalu melakukan hal terbaik berdasarkan sumber daya yang mereka miliki dan juga kondisinya pada saat itu.  

Selalu praktikkan kasih sayang pada diri sendiri juga, karena sesungguhnya diri kita pun sedang berproses untuk memanfaatkan berbagai situasi yang menantang menjadi peluang untuk berkembang.  

Jika kamu sedang berjuang untuk mengatasi rasa bersalah di masa lalu, maka mungkin latihan melengkapi kalimat berikut bisa membantumu memaafkan dirimu sendiri untuk kesalahan di masa lalu.  

“Aku telah melakukan yang terbaik ketika …. “  

“Tidaklah mudah untukku ketika aku …. “  

“Saya mempelajari satu hal yang sangat penting ketika aku ….”  

“Saya meminta maaf ketika …. “  

Ketika kamu merelakan pergi perasaan bersalah itu dan kemudian berdamai dengan diri sendiri dan orang lain, maka kamu akan meraih kesejahteraan fisik, mental, dan emosi.  

Manfaat lainnya adalah kamu akan lebih mudah merasakan keindahan, pelajaran, dan anugerah dari pengalaman menyedihkan di masa lalu.  

Hasil lanjutannya pada lingkungan kerja adalah sebuah atmosfer yang penuh kasih sayang dan akrab, memungkinkan kolaborasi lebih jauh, kreativitas, dan kinerja yang tinggi. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Psikologi dan Perannya untuk Pemimpin Saat Krisis

Hal-hal yang Akan Terjadi pada Seorang Pemimpin

Memimpin ke Bawah (Lead Down)